Sang Aktor Skenario Kehidupan
Dunia, memang cuma panggung sandiwara, ada yang menjadi sutradara dan aktornya. Dari dulu kakek dan nenek moyang sudah bilang begitu. Namun ada sebagian dari kita yang “ngeyel”, untuk membuktikan bahwa itu semua tidak benar. Seolah-olah dunia ini memang mudah untuk ditaklukkan dan juga digenggam.
Namanya juga panggung sandiwara, yang menjadi aktor adalah kita, para hamba. Tugasnya hanya melakoni sesuai peran masing-masing. Sadar atau tidak, sutradaranya adalah Allah Ta’ala. DIA punya kuasa penuh atas semua adegan di setiap episode kehidupan, karena sebenarnya jalan hidup setiap manusia sudah ditentukan oleh-Nya.
Baik atau tidak baik, suka dan tidak suka itu lumrah. Bahagia atau kecewa, semua itu akan silih berganti. Sebagai seorang aktor, jika kita mendapatkan peran menyenangkan disyukuri saja, tapi kalau dapat yang kurang menyenangkan berarti kita diminta untuk ikhlas. Cukup jalanin aja peran dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali Hasan warga Desa Betro, Sedati-Sidoarjo. Ia adalah salah satu anggota Komunitas Becak Sidoarjo (Kombes) binaan Lembaga Amil Zakat Dompet Amanah Umat (LAZ DAU).
Tepat dua puluh tahun lalu, sebelum ia menjadi seorang tukang becak dan masih tinggal di Bangkalan, ia pernah menjadi buruh tani. Namun karena penghasilannya tidak menentu, ia memutuskan untuk hijrah ke kota Sidoarjo dan meninggalkan istri serta dua orang anaknya. Bukan karena tak sayang, tapi keadaanlah yang membuatnya harus meninggalkan mereka.
Meskipun mereka bukanlah anak kandung, tapi bagi Hasan dan istrinya, tak ada yang namanya anak angkat. Kasih sayang yang diberikan tulus apa adanya, sekaligus memberikan apa yang sudah menjadi hak mereka.
“Walaupun bukan anak kandung. Tapi kami sudah menganggap bahwa mereka adalah anak kandung kami sendiri. Dulu segala keperluan untuk pendidikan maupun uang jajan, diberikan dengan semampu kami. Bukan hanya itu saja, kehadirannya membuat perasaan menjadi bahagia. Maka tak salah jika kami mencoba memberikan yang terbaik untuk mereka,” tuturnya sambil mengenang masa lalu.
Dari bekerja sebagai seorang tukang becak inilah, mampu memberikan nafkah untuk keluarganya yang berada di Bangkalan-Madura. Kalau ditanya mengenai cukup atau tidak pendapatannya saat ini? Mungkin bisa dibilang sangat tidak cukup, karena saat ini banyak sekali saingan untuk menarik hati para penumpang. Namun ia sangat bersyukur, karena paling tidak masih ada pelanggan setia yang menggunakan jasanya.
Bukan hanya itu saja, dia juga bersyukur di usia yang memasuki 62 tahun tidak menarik becak seperti dulu dengan cara mengayuh. Sekarang ia sudah menggunakan becak motor (bentor) untuk mengais rezeki, walaupun tidak terlalu banyak penghasilan yang ia dapatkan.
“Alhamdulillah, Allah itu sangat murah dan selalu memberikan pertolongan. Di saat usia saya sudah tidak muda, DIA mempermudah langkah saya untuk membeli bentor ini dari santunan yang diberikan LAZ DAU kepada saya. Setiap kali dapat, pasti selalu saya tabung dan inilah hasilnya,” jawab laki-laki tua ini sambil menunjuk ke arah bentornya.
Kalau ditanya mengenai, kapan dia akan pensiun sebagai tukang becak? Pasti dia akan menjawab, ketika sudah tidak ada pelanggan yang membutuhkan jasanya. Namun selagi masih ada dan masih kuat, ia akan tetap menarik becak motornya.
Semua ujian yang Allah berikan kepada Hasan, memang sudah tertulis dalam skenario kehidupan-Nya. Namun percayalah jika lulus menjalankan, maka dia akan menjadi seorang aktor hebat sekaligus mendapatkan hadiah dari Sang Maha Pengatur Kehidupan.
Leave a comment