Setegar, Batu Karang
Maimunah, Bunda Yatim Binaan LAZ DAU
Kuterima, semua takdir yang tertulis untukku ikhlas Lillahi Ta’ala. Walaupun harus kehilangan dia yakni pendamping setia di dunia. Namun aku percaya, surgalah yang dijanjikan oleh-Nya untukku dan dia.
Ibarat karang yang tak pernah protes kepada ombak yang selalu menghatamnya. Bukan hanya sekali ia melakukannya, namun hari demi hari, minggu ke minggu bahkan bulan ke bulan selalu saja seperti itu. Walaupun seberapa keras dan menyakitkannya, namun ia tetap bisa berdiri kokoh tanpa goyah sekalipun.
Jika ditelisik lebih jauh, sebenarnya bukan hanya itu saja yang bisa diambil hikmahnya. Dari karang kita juga bisa belajar tentang seberapa ikhlas menerima semua ketetapan-Nya dengan lapang dada Lillahi Ta’ala. Percayalah takdir Allah itu lebih indah dan janji-Nya nyata tanpa ada duanya. Itulah yang diyakini oleh Maimunah, warga Kalanganyar, Sedati-Sidoarjo.
Ujian hidup ia terima bertubi-tubi 16 tahun yang lalu, ketika sang pujaan hati pergi meninggal dunia akibat penyakit liver yang diderita. Mungkin sakit itu sudah lama dirasakan, namun dia tak pernah bilang, malah tetap asik bekerja keras demi menghidupi kami sekeluarga sebagai seorang buruh bangunan.
Bahkan sempat masuk dan dirawat di rumah sakit sekalipun Maimunah tidak mengetahui, karena sang suami tidak mengizinkan teman-temannya untuk mengabarinya. Katanya, takut membuat khawatir dan cemas istrinya yang sedang hamil tua atas kondisinya. Namun lambat laun, ia mengetahui penyakit yang diderita oleh sang kekasih hati.
Tepat memasuki usia kandungan ke sembilan bulan dan dua bayi kembar itu lahir ke dunia, Maimunah pun harus menerima kenyataan pahit, yakni sang kekasih hati pergi untuk selama-lamanya tanpa pernah kembali.
“Memang awalnya Ibu tidak mengetahui akan penyakit yang diderita, karena memang jarak yang memisahkan kita. Waktu pulangpun, dua bulan sekali, tidak menunjukkan penyakit yang diderita. Sampai kondisinya sudah semakin parah, baru Ibu mengetahuinya,” tuturnya berkaca-kaca.
Rasa rindu yang teramat dalam sangat terpancar jelas di matanya, ketika menceritakan tentang keseharian yang dilakukan oleh sang pujaan hati tercinta. Sambil tersenyum ia mencoba menguatkan dirinya, bahwa kehilangan yang dirasakan tak mampu mematahkan semangatnya.
Memang rapuh, ketika di tinggalkan oleh sang pendamping hidup dengan dua orang anak yang masih kecil serta dua bayi kembar yang baru saja dilahirkan. Tegar dan sabar, merupakan dua kunci yang menjadi teman setia dikala rasa sepi dan putus asa datang. Namun lagi-lagi, anaknyalah yang datang sebagai penguat untuk menjalani kehidupan ini.
Namun jika ditanya soal perekonomian, bohong rasanya kalau tidak berdampak. Menghidupi empat orang anak seorang diri, membuatnya hampir berputus asa. Tapi dikala tangan menengadah dan bercerita kepada Sang Maha Pencipta, pasti Allah Ta’ala akan memberikannya dalam sekejap mata yang bisa melalui perantara siapa saja. Dan itu semua sudah terbukti dalam hidupnya.
“Alhamdulillah, meskipun Sang Maha Pencipta telah mengambil orang yang Ibu cinta, namun Allah selalu ada dan tak pernah meninggalkan kami sekeluarga. Buktinya saja dibukakan perantara agar anak-anak Ibu bisa selalu bersekolah, melalui Lembaga Amil Zakat Dompet Amanah Umat (LAZ DAU) mulai dari anak yang pertama sampai ke anak ketiga dan empat. Sekali lagi, terima kasih ya Allah dan terima kasih LAZ DAU,” tambahnya. (red:slm)
Leave a comment