D-Chation: Inovasi Zakat, Infaq, Shadaqah Berbasis Financial Technology
Mayoritas umat Islam Indonesia berharap bahwa kegiatan zakat, infaq, dan shadaqah akan berperan banyak dalam upaya penyelesaian berbagai permasalahan sosial ekonomi umat termasuk sebagai salah satunya sebagai media dalam upaya membangun filantropi Islam, terutama yang berkaitan dengan ketimpangan kepemilikan sumber-sumber ekonomi. Zakat, infaq, dan shadaqah dianggap sebagai simbol keadilan ekonomi dan kerakyatan, selain itu juga dapat menempatkan sumber-sumber ekonomi pada posisi yang semestinya. Sehingga memiliki relevansi terhadap posisi kelompok masyarakat yang lebih kuat agar memberikan sebagian haknya untuk mengangkat derajat kelompok masyarakat yang lebih lemah, selain itu secara sadar mereka juga telah berkontribusi dalam memakmurkan kehidupan umat serta membangun negeri.
Tetapi fakta di lapangan berkata lain, data BPS tahun 2022 menunjukkan bahwa Jumlah penduduk miskin pada September 2022 tercatat sebesar 26,36 juta orang, kemudian mengalami peningkatan pada bulan Maret sebesar 0,20 juta dan menurun pada bulan September sejumlah 0,14 juta orang. Meski ketidakstabilan angka tersebut kian hari didominasi oleh angka penurunan, namun begitu masih belum dapat dikatakan tuntas. Jika sejumlah orang masih terperangkap dalam kategori kemiskinan, maka hal tersebut mengisyaratkan atas ketidakmampuan manusia untuk berbagi dalam memenuhi hajat manusia lainnya. Masalah ketidakmampuan kelompok masyarakat yang lebih tinggi dalam memenuhi hajat kelompok masyarakat lain dalam tanda kutip yang lebih lemah tersebut kian menjadi sasaran kritik para akademisi hingga aktivis sosial. Dewasa ini, timbul beragam terobosan baru sebagai jawaban atas problem ketidakmampuan tersebut agar upaya membangun negeri melalui kesejahteraan manusia dapat segera terealisasikan secara merata. Sektor masyarakat segoiyanya berpotensi besar dalam menyediakan pelayanan sosial hingga mendukung kegiatan pemberdayaan. Institusi filantropi Islam yang telah ada di masyarakat dapat mendorong pembangunan, pengembangan, serta penguatan menuju negeri yang adil dan makmur.
Inovasi Tata Kelola ZIS Berbasis Fintech
Tata kelola zakat, infaq, dan shadaqah juga seharusnya menjadi suatu hal yang diperhatikan dengan cermat. Salah satu faktor yang dapat memupuk relasi antar sesama manusia dapat terjalin dengan baik adalah rasa percaya. Jika tata kelola zakat, infaq, dan shadaqah tidak merepresentasikan sisi integritasnya, lalu bagaimana implementasi filantropi Islam dapat terbangun dengan baik. Apalagi dalam konteks Indonesia dewasa ini, peningkatan signifikansi terjadi pada tahap perkembangan eksistensi filantropi Islam ditandai dengan antusiasme umat Islam dalam berderma. Kalau dulu telah ada badan amil zakat sebagai penerima dan pengelola serta penyalur zakat melalui pertemuan secara langsung dengan muzakki, lain halnya dengan kini yang mana kegiatan zakat, infaq, serta shadaqah dapat dilakukan dengan lebih efisiensi perihal
waktu dan tenaga.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, kini telah ada terobosan baru perihal tata kelola zakat, infaq, dan shadaqah dengan basis financial technology atau teknologi finansial. Adanya inovasi tersebut disinyalir dapat mengoptimalkan tata kelola ZIS sebagai upaya dalam membangun filantropi Islam serta membangun negeri dengan memakmurkan serta mensejahterahterakan umat. Menurut National Digital Research Gentre (NDRG), financial technology atau yang sering disebut dengan fintech didefinisikan sebagai istilah yang biasa digunakan untuk menyebut suatu inovasi di bidang jasa finansial. Fintech mengacu pada inovasi finansial dengan sentuhan teknologi modern. Konsep fintech merupakan adaptasi dari perkembangan teknologi yang berpadu dengan bidang finansial, sehingga diharapkan dapat menjadi mewadahi serta memfasilitasi proses transaksi keuangan yang lebih aman, praktis, dan senada dengan trend modern (Ryandono, 2018). Adanya perpaduan antara tata kelola zakat, infaq, dan shadaqah dengan fintech ini kemudian melahirkan sistem tata kelola menjadi hybrid, hal ini secara nyata dibuktikan dengan bukan hanya ada perhimpunan dan penyaluran ZIS secara offline saja, melainkan juga secara online. Keberadaan inovasi tata kelola ZIS berbasis fintech bukan hanya terkait efisiensi waktu dan tenaga saja, melainkan juga dapat menjadikan kegiatan zakat, infaq, dan shadaqah terasa lebih mudah, mudah untuk dijangkau, disosialisasikan, dan disalurkan kepada kelompok masyarakat yang berhak menerimanya.
Sketsa Konseptual Filantropi Islam
Filantropi merupakan istilah yang berasal dari bahasa yunani, berakar dari 2 kata yakni philos (cinta) dan anthropos (manusia). Secara harfiah, filantropi bermakna sebagai konseptualisasi dari praktek pelayanan, memberi, serta asosiasi yang dilakukan secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta.
Menurut sifatnya, filantropi terbagi menjadi 2 yakni filantropi tradisional dan filantropi untuk keadilan sosial. Secara umum filantropi tradisional berbentuk pemberian untuk kepentingan sosial yang dilakukan kepada kaum miskin untuk memenuhi kebutuhan makanan, pakaian, dan lain-lain. Jika dilihat lagi, orientasi dari filantropi tradisional cenderung bersifat individual. Sedangkan filantropi untuk keadilan sosial merupakan bentuk kedermawanan sosial yang dilakukan untuk menjadi penengah antara sekat-sekat kelompok masyarakat seperti kaum kaya dan kaum miskin. Sikap moderat yang merepresentasikan filantropi satu ini bukan sekedar untuk tidak memihak antara satu dengan lain melainkan juga merupakan bentuk gugatan atas ketidakadilan struktural yang menjadi sebab kemiskinan dan keadilan dalam upaya membangun negeri dengan cara memobilisasi sumber daya untuk memberikan support terhadap berbagai kegiatan. Senada dengan konsep tersebut, filantropi keadilan sosial meyakini bahwa kemiskinan yang terjadi di negeri ini secara dominan disebabkan oleh ketidakadilan dalam alokasi sumber daya dan akses kekuasaan masyarakat. Dalam praktiknya filantropi satu ini berorientasi untuk menciptakan relasi setara antara pemberi dan penerima. Secara nyata terlihat bahwa substansi dari filantropi keadilan sosial memiliki arah gerak menuju perubahan institusional dan sistematis. Secara konteks, normatifitas Al-Qur'an berada di antara kedua kelompok yang kepentingannya betolak belakang.
Al-Qur'an memberikan respons terhadap kelompok kaya dengan mempengaruhi mentalnya agar mau memandang serta menyadari ketimpangan antara kelompoknya dengan kelompok lain yang lemah melalui sudut pandang "kesamaan dan kesetaraan" sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Selain itu, Al-Qur'an juga memberikan respons terhadap kelompok miskin dengan memberikan dorongan agar mereka mencari solusi untuk keluar dari belenggu kemiskinan dengan mengoptimalkan sumber daya mereka untuk
mendapat hak-hak kelayakan sebagai makhluk.
Kesimpulan
Besar harapan mayoritas umat Islam dalam membangun negeri ini melalui label prioritas untuk menyetarakan hak dan menumpas kemiskinan dengan melakukan praktik filantropi Islam. Berdirinya beragam institusi sebagai representasi filantropi keadilan sosial menjadi bukti bahwa respons umat terhadap reminder yang terdapat dalam kalamullah memberikan pengaruh yang bernilai positif. Desain mekanisme terhadap tata kelola ketiga instrumen filantropi Islam baik zakat, infaq, dan shadaqah dalam membangun dan mengembangkan dana sosial telah menemukan cara yang dinilai efisien dan efektif dengan mengesampingkan kekurangan yang masih dapat
diminimalisir. Perkembangan teknologi dengan keberadaan fintech juga disinyalir dapat mendesain program pengumpulan dan penyaluran hasil dana sosial yang juga melibatkan ketiga desain sebelumnya secara aplikatif melalui beberapa lembaga pengelola seperti yang kini tengah berkembang di beberapa daerah dalam negeri.
Leave a comment