Meneladani Sifat Rasulullah SAW
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari akhir dan Dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzab : 21)
Muhammad saw adalah pribadi paling sukses di dunia dan akhirat. Beliau dijanjikan oleh Allah SWT untuk masuk membuka pintu surge untuk pertama kalinya sebelum manusia dan nabi-nabi lain menghuninya. Rahasia kesuksesan belia antara lain terletak pada karakter mulianya yang tercermin dalam shiddiq, amanah, tabligh, fathanah. Keempat karakter inilah yang dinyatakan oleh para ulama sebagai sifat wajib bagi rasul. Rasul wajib bersifat jujur (shiddiq) mustahil berbohong, rasul wajib amanah (dapat dipercaya) mustahil khiyanat, rasul wajib menyampaikan (tabligh) mustahil menyembunyikan, rasul wajib cerdas (fathanah) mustahil bodoh. Kita wajib meneladani keempat karakter mulia ini, agar kita mendapatkan kesuksesan hidup baik di dunia maupun di akhirat sebagaimana kesuksesan beliau Rasulullah Muhammad saw.
Keunggulan pribadi atau personal excellence terbentuk dari perwujudan karakter shiddiq. Shiddiq tidak saja berarti benar tetapi yang lebih penting lagi adalah karakter shiddiq mewajibkan pemegangnya untuk selalu berpihak pada kebenaran dan memiliki ketangguhan jiwa. Keunggulan antar pribadi di masyarakat hanya akan terjalin jika kita memiliki model interaksi antar personal yang baik. Hal ini terkandung dengan sempurna dalam karakter amanah. Amanah ternyata tidak bisa sendirian ia hanya akan muncul saat kita berinteraksi dengan orang lain. Rasulullah saw telah memberikan suri tauladan kepada kita untuk menjadi seorang insan yang professional dan kompeten dalam bidang yang kita geluti, apapun jenisnya. Keunggulan profesionalisme, cakap dan mumpuni dalam ilmu pengetahuan tercermin dalam karakter fathanah (cerdas). Cerdas berkaitan dengan fungsi serta peran yang diemban. Dalam ranah makna luasnya, tidak hanya sebatas lingkup kecerdasan intelektual semata. Akan tetapi mencakup kecerdasan spiritual, emosional, dan sosial. Keunggulan ini akan sangat berguna saat kita memimpin satu institusi atau organisasi dimana good governance dan profesionalisme menjadi tulang punggung dan kata kunci untuk sukses. Teladan kepimimpinan Rasulullah saw yang sempurna ternyata terdapat dalam karakter tabligh. Tabligh harus diartikan sebagai leader (pemimpin) yang memiliki visi masa depan dan mampu mengkomunikasikannya dengan efektif. Selain itu tabligh juga memiliki makna keterbukaan atau transparansi. Dalam hal ini seperti sikap Rasulullah ketika menyampaikan pesan-pesan dari Allah. Semua pesan tersebut disampaikan kepada umat.
Pola hubungan antara seorang pemimpin dengan pemimpin lainnya, tentu harus dilakukan dengan saling menghargai, saling menghormati posisi, kewenangan, dan tanggung jawab masing-masing. Pola hubungan ini diperlukan, agar terjadi keserasian dan keselarasan, serta tidak terjadi kesenjangan yang mengarah kepada disharmoni dalam menjalankan kepemimpinan
masing-masing. Jadi seorang pemimpin yang ideal sesungguhnya telah diteladankan oleh nabi Muhammad SAW. dalam segala sifat dan perilakuknya, serta diwujudkan dalam perlambang imam dalam melaksanakan shalat berjamaah. Ia adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat jujur, dapat dipercaya, serdas, dan transparan yang selalu dimanifestasikan dalam seluruh aktifitasnya,
dan tentu mempunyai sifat toleran. Ia selalu menjadikan tugas dan tanggung jawab sebagai hal yang utama melebihi kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya. Disamping itu dalam setiap kebijakan dan programnya, ia selalu mempertimbangkan kondisi masyarakat dan lingkungannya, sehingga langkah-langkahnya tersebut akan mendapatkan respon positif serta dukungan untuk mewujudkannya. Tentu problem dan kritik harus selalu disadari akan terus muncul, tetapi dengan sikap
bijaksana dan konsisten dalam setiap langkah dan kebijakan, kepemimpinan tersebut akan menuai keberhasilan. Ada sebuah ayat Al-Qur’an yang cukup menggambarkan bagaimana karakter kepemimpinan Rasulullah sebagai penyampai risalah sekaligus pemimpin. Ayat tersebut berbunyi: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaum kalian sendiri, tak tahan melihat penderitaan kalian, sangat menginginkan (keselamatan dan kebahagiaan) atas kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS at-Taubah: 128)
Ayat ini setidaknya mengungkap empat hal:
- Allah menurunkan risalah kepada umat manusia melalui sosok mulia yang juga manusia, bukan jin ataupun malaikat yang sukar dijangkau. Hal ini mengandung hikmah untuk memudahkan umat manusia dalam meneladani sosoknya. Sebagaimana manusia lainnya, Rasulullah merasakan apa yang dirasakan makhluk fisik pada umumnya: lapar, haus, butuh istirahat, bisa terluka, kepanasan, kedinginan, dan lain sebagainya. Namun, justru dari sinilah umatnya bisa belajar keteladanan luar biasa tentang kesederhanaan, kesabaran, keikhlasan, keberanian, kejujuran, kedermawanan, dan sifat-sifat positif lainnya dalam wujud yang sangat nyata. Rasulullah tampil dalam wujud yang manusiawi, tapi sekaligus sarat nilai-nilai kemanusiaan.
- Rasulullah memiliki empati yang amat tinggi terhadap penderitaan umatnya. Beliau memberi teladan kepemimpinan yang tidak memberatkan. Dengan bahasa lain, Rasulullah samasekali tak menghendaki adanya hal-hal yang menyulitkan umatnya, bahkan untuk urusan ibadah sekalipun.
- Nabi juga merupakan sosok yang sangat menginginkan keselamatan dan kebahagiaan bagi umatnya. Beliau mendorong adanya proses kesadaran ilahiyah dalam setiap hembusan nafas manusia, juga tersingkirnya mudarat atau kerugian bukan hanya secara duniawi tapi juga ukhrawi.
- Ayat tersebut menegaskan tentang sifat Nabi yang raûf (welas asih) lagi rahîm (penyayang) kepada umatnya. Kita tahu bahwa dua sifat itu adalah bagian dari 99 asmaul husna. Ini sekaligus menunjukkan keistimewaan derajat Nabi Muhammad. Dua nama indah Allah dilekatkan pada diri beliau. Rahmat atau kasih sayang tersebut terwujud dalam karakter kepemimpinan Rasulullah yang tidak kasar menghadapi masyarakat. Beliau juga gemar memaafkan dan memohonkan ampun ketika umatnya berlaku salah, bersedia bermusyawarah, dan bertawakal kala tekad sudah bulat.
sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. yang berupa shidiq, amanah, tabligh dan fathonah, juga patut dan bahkan harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang akan menjadi tumpuan harapan masyarakat banyak. Sifat jujur diperlukan bagi seorang pemimpin agar masyarakatnya tidak putus asa dengan mengharapkan sesuatudari pemimpinnya yang selalu membohonginya. Sifat anamah atau dipercaya juga sangat diperlukan bagi seorang pemimpin agar harapan masyarakat kepadanya
tentang program-program kesejahteraannya dapat direalisasikan. Demikian juga sifat fathonah atau cerdas sangat diperlukan bagi seorang pemimpin. Bisa dibayangkan apabila seorang pemimpin itu bodoh, bagaimana denganmasa depan masyarakat dan organisasi/bangsa dan negaranya. Kecerdasan merupakan sifat mutlak yang harusdimiliki seorang pemimpin dalam rangka menjalankan roda kepemimpinannya, disamping dapat mengatasi segala problem yang muncul dengan cerdas dan bermanfaat bagi umat dan masyarakatnya. Sementara itu sifat tabligh atau memberikan
informasi yang tepat dan benar serta tidak pernah menyembunyikan sesuatu yang seharusnya disampaikan kepada umatnya. Sifat ini sangat diperlukan dalam rangka transparansi menuju kepemimpinan yang baik dan bersih.
Dengan mengkaji kembali sifat-sifat Rasulullah tersebut, besar harapan generasi umat Islam dapat meneladani dan mencontohnya. Dengan spirit “living tradition”, atau menghidupkan tradisi atau sikap mulia dari Rasulullah. Menjadikan sikap atau karakter Rasulullah sebagai sikap dalam pribadi sehari-hari. Semoga kita semua termasuk umat yang kelak mendapat Syafa’at Rasulullah.
Oleh : H.Maskhun Abdul Wahid, S.Ag. M.HI
Leave a comment