lazdau-Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sang Penakluk dari Kesultanan Aceh 23 Nov, 2021

Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sang Penakluk dari Kesultanan Aceh

Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar merupakan Sultan Aceh pertama yang melakukan penyerangan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di Semenanjung Melayu. Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar adalah Sultan Aceh ketiga yang memerintah dari tahun 1537—1568 M. Dirinya berkuasa setelah Sultan Ali Mughayat Syah (1514—1528 M) dan Sultan Salahuddin (1528—1537 M). Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar disebut sebagai salah satu penguasa terkuat dalam sejarah Kesultanan Aceh. Pada masanya, kekuasaan yang dimulai oleh ayahnya berhasil diperkuat. Selain itu, Sultan Aceh yang berhasil menjalin hubungan diplomatic dengan Khilafah Turki Utsmani adalah Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar.

Awal Kepemimpinan

Pada masa Sultan Ali Mughayat Syah (Sultan Aceh Pertama), Kesultanan Aceh mulai melakukan perlawanan terhadap Portugis. Sepeninggalnya, tahta jatuh ke anak tertuanya, Sultan Salahuddin, di mana perlawanan Aceh terhadap Portugis mulai berkurang, bahkan hampir kalah. Menyadari situasi tersebut, Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar menggantikan posisi kakaknya dan memproklamirkan diri sebagai Sultan Aceh selanjutnya. Setelah resmi menjabat sebagai Sultan Aceh, Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar langsung mengerahkan armada perangnya untuk melawan Portugis di Malaka.

Hubungan dengan Khilafah Turki Utsmani

Sultan Alauddin Ri’ayat Syah pemimpin Kesultanan Aceh Darussalam mengirim surat kepada Turki Utsmani yang dipimpin Sultan Sulaiman al-Qanuni. Di dalam suratnya, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah menyampaikan bahwa Kesultanan Aceh Darussalam tidak memiliki perlindungan atau tempat mengadu selain kepada Kekhalifahan Turki Utsmani. Aceh Darussalam percaya seandainya Khalifah mengetahui mereka sedang berperang atas nama Allah melawan penjajahan, mungkin saja Khalifah akan membantu. Sebab menolong Islam adalah tanggungjawab Khalifah yang baik. Sultan Alauddin Ri’ayat Syah dalam suratnya juga menyampaikan, mengharapkan bantuan tentara, senjata dan ahli-ahli yang memiliki pengalaman perang dari Khilafah Turki Utsmani. Aceh Darussalam juga meminta bantuan agar Khalifah mengirim kuda-kuda terlatih dan para ahli untuk membangun benteng, membuat meriam dan kapal perang.

Namun, bantuan untuk Aceh Darussalam baru bisa dikirim oleh Sultan Selim II anak dari Sultan Sulaiman al-Qanuni. Karena saat surat permohonan bantuan dari Sultan Aceh Darussalam tiba di Khilafah Utsmani, Sultan Sulaiman al-Qanuni sedang berperang bersama pasukannya di Hongaria. Saat di Hongaria, Sultan Sulaiman al-Qanuni meninggal dunia karena sakit. Pada tahun 1566 M, Sultan Selim II menggantikan kedudukannya. Selanjutnya Sultan Selim II membalas surat Sultan Alauddin Ri’ayat Syah.

Di dalam suratnya, dia menyampaikan Khilafah Utsmani menyiapkan 15 kapal perang kecil dan dua kapal perang besar. Selain itu, Khilafah Utsmani juga menyiapkan peluru meriam, peluru meriam kecil, bubuk mesiu, 300 kapak dan 300 sekop. Di dalam kapal ada kapten kapal, ahli senjata, prajurit, awak kapal, peralatan perang, senjata dan amunisi yang lengkap.

Gaji setahun untuk tentara sudah dibayar dan perbekalan gandum untuk setahun diangkut keatas kapal agar tidak kekurangan makanan selama perjalanan. Pimpinan utusan dari Turki Utsmani ini diserahkan ke Kurdoglu Hizir yang telah ditunjuk sebagai kapten dan Seraskier panglima perang pasukan militer yang dikirim ke Aceh Darussalam pada tahun 1568-1569 M. Bantuan tersebut menjadi bukti bahwa Kesultanan Aceh dan Khilafah Turki Utsmani memiliki sebuah hubungan yang begitu erat. Bukti lain yang menguatkan hubungan antara Kesultanan Aceh dan Khilafah di Turki adalah ditemukannya ratusan koin emas di Desa Gampong Pande, Aceh. Koin-koin tersebut bertuliskan nama Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar berdampingan dengan Sultan Sulaiman I (KhalifahTurki Utsmani).

 

 

 

0 Komentar

Leave a comment