lazdau-TEGAKKAN SHALAT, TUNAIKAN ZAKAT! 21 Oct, 2021

TEGAKKAN SHALAT, TUNAIKAN ZAKAT!

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqarah: 43)

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 110)

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Ma'idah: 55)

Dari ayat-ayat ini kita bisa melihat bahwa Allah menyejajarkan shalat dengan zakat. Sedikitnya ada 24 tempat ayat Al-Qur’an menyebut shalat dan zakat secara beriringan. Hal ini mengisyaratkan bahwa kewajiban mengeluarkan zakat bagi seorang Muslim sebanding dengan kewajiban dia melaksanakan shalat. Seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Mas'ud, bahkan berkata, "Kalian diperintahkan mendirikan shalat dan membayar zakat, siapa yang tidak berzakat berarti tidak ada arti shalat baginya". Pada zaman kekhalifahan Abu Bakar As-Shidiq, banyak kabilah yang enggan membayar zakat dengan berbagai alasan. Ada yang menganggap bahwa zakat adalah semacam upeti yang harus mereka bayar kepada Rasulullah sehingga ketika Rasulullah wafat mereka berpikir tak lagi perlu membayar zakat. Ada juga yang memang kikir dan tak mau berbagi sehingga mereka menyembunyikan hartanya sedemikian rupa. Hingga Abu Bakar berkata, "Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan shalat dengan zakat."  Bukankah ini menunjukkan betapa sejajarnya shalat dan zakat?

Seorang Muslim harus menjaga hubungan vertikalnya dengan Allah melalui ibadah pribadinya seperti shalat, puasa, tilawah, dzikir dan lainnya, juga dia harus menjaga hubungan horizontalnya dengan sesama manusia, salah satunya melalui zakat. Meski demikian, zakat juga sangat erat kaitannya dengan ketauhidan. Allah SWT bahkan menyatakan bahwa orang yang tidak menunaikan zakat adalah orang yang mempersekutukan-Nya. Salah satu pengabdian yang wajib dilakukan manusia adalah shalat dan zakat. Shalat adalah media menyucikan ruhani untuk mengakses kebesaran Tuhan sedangkan zakat adalah media mensucikan jasmani karena jasmani terlibat juga dalam pengabdian.

 Profesor KH Quraish Shihab berpendapat, ada fakta sangat menarik mempelajari ketelitian redaksi Al-Qur'an, menyangkut kewajiban berzakat. Kewajiban tersebut selalu digambarkan dengan kata atu – suatu kata yang dari akarnya dapat dibentuk berbagai ragam kata dan mengandung berbagai makna. Makna-maknanya antara lain istiqamah (bersikap jujur dan konsekuen), cepat, pelaksanaan secara amat sempurna, memudahkan jalan, mengantar kepada, seorang agung lagi bijaksana, dan lain-lain. Jika makna-makna yang dikandung oleh kata tersebut dihayati, maka kita akan memperoleh gambaran yang sangat jelas dan indah tentang cara menunaikan kewajiban tersebut. Bahasa Al-Qur'an di atas, menurut beliau, menuntut agar:

  1. Pertama, zakat dikeluarkan dengan sikap istiqamah sehingga tidak terjadi kecurangan - baik dalam perhitungan, pemilihan dan pembagiannya. 
  2. Kedua, bergegas dan bercepat-cepat dalam pengeluarannya, dalam arti tidak menunda-nunda hingga waktunya berlalu.
  3. Ketiga, mempermudah jalan penerimaannya, bahkan kalau dapat mengantarkannya kepada yang berhak sehingga tidak terjadi semacam pameran kemiskinan dan tidak pula menghilangkan air muka.
  4. Keempat, mereka yang melakukan petunjuk-petunjuk ini adalah seorang yang agung lagi bijaksana.

Kalau makna-makna di atas diperhatikan dan dihayati dalam melaksanakan kewajiban ini, maka dapat diyakini bahwa harta benda yang dikeluarkan benar-benar menjadi zakat dalam arti "menyucikan" dan "mengembangkan" jiwa dan harta benda pelaku kewajiban ini. Kesucian jiwa melahirkan ketenangan batin, bukan hanya bagi penerima zakat tetapi juga bagi pemberinya. Karena kedengkian dan iri hati dapat tumbuh pada saat seorang tak berpunya melihat seseorang yang berkecukupan namun enggan mengulurkan bantuan. Kedengkian ini melahirkan keresahan bagi kedua belah pihak. Pengembangan harta akibat zakat, bukan hanya ditinjau dari aspek spiritual keagamaan saja. Zakat juga harus ditinjau secara ekonomis-psikologis, yakni dengan adanya ketenangan batin dari pemberi zakat, ia akan dapat lebih mengkonsentrasikan usaha dan pemikirannya guna pengembangan hartanya. Di samping itu, pemberian zakat mendorong terciptanya daya beli baru, terutama daya produksi dari para penerima tersebut.

Karena itu, kesempurnaan shalat dapat dilihat dari kesempurnaan zakat. Hubungan keduanya timbal balik dan saling memberikan kontribusi karena shalat simbol hubungan kepada Tuhan dan zakat adalah simbol hubungan kepada sesama manusia. Alasan ini yang digunakan Abu Bakar ra memerangi orang-orang yang enggan berzakat. Menurutnya, orang-orang yang mengingkari kewajiban zakat sama dengan mengingkari kewajiban shalat karena Al-Quran menyebutnya bersamaan. Dari segi praktik, terdapat hal yang paling kontras dimana shalat selalu diprioritaskan dari zakat. Hal ini dapat dilihat dari persoalan zakat yang sampai sekarang belum memberikan kontribusi terbaik dalam rangka mendongkrak angka-angka kemiskinan. Shalat adalah simbol dari tauhid langit karena shalat media yang dapat menghubungkan manusia dengan Allah yaitu hubungan ruhani. Adapun zakat adalah simbol dari tauhid bumi karena zakat dapat menghubungkan manusia dengan sesama manusia yaitu hubungan jasmani. Penggandengan shalat dengan zakat dalam Al-Quran memuat pesan bahwa hubungan kepada Allah harus dilakukan secara seimbang dengan hubungan kepada sesama manusia. Dengan demikian, shalat dan zakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia.

Uraian di atas menunjukkan bahwa salah satu tujuan Al-Quran ketika mensejajarkan kewajiban shalat dengan zakat adalah untuk menunjukkan cinta Allah kepada manusia. Karena itu, pengabdian yang terbaik apabila terjalin keseimbangan antara pengabdian kepada Allah dan kepedulian kepada manusia.

0 Komentar

Leave a comment